GoCSRKaltim – Misman, sang pahlawan lingkungan yang sudah belasan tahun aktif terhadap isu lingkungan di Sungai Karang Mumus. Tepatnya, sejak 2005 beliau memulai kegiatan memungut sampah di sungai
Bermodalkan perahu dayung dan kantong plastik, Misman menunjukan aksi dan nyata dengan turun langsung ke Sungai Karang Mumus untuk memungut sampah sehelai demi sehelai.
Mulai dengan bantuan media sosial Facebook, Misman meng-update kegiatannya. Dalam hal ini, ia mendapatkan respon positif dari masyarakat dan mulai mendirikan GMSS (Gerakan Memungut Sehelai Sampah) bersama teman wartawannya pada pertengahan tahun 2015. Gerakan tersebut mempunyai wadah dan pangkalan memungut sampah yang berlokasi di Jalan Abdul Muthalib GMSS, Samarinda.
Usaha yang ia lakukan tidak sia-sia, pak Misman berhasil menjadi salah satu nominator dalam kategori Perintis Lingkungan di Penghargaan Kalpataru 2023. Yang dimana terdapat 3 kategori lainnya dalam penghargaan tersebut, diantaranya adalah Pengabdi Lingkungan, Penyelamat Lingkungan, dan Pembina Lingkungan.
Dan akhirnya, di tahun ini Misman berhasil mendapatkan Penghargaan Kalpataru 2023 yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Kalpataru (Kalpavriksha) diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti pohon kehidupan. Salah satu bentuk apresiasi tertinggi yang diberikan oleh pemerintah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada individu atau kelompok masyarakat yang berjasa dalam melindungi dan menyelamatkan lingkungan hidup.
Sebelumnya, beberapa penghargaan telah diraih oleh Misman. Tahun 2016 silam, beliau mendapatkan penghargaan dari Walikota Samarinda sebagai penggiat Lingkungan yang Literat. Tahun 2017, komunitas Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) yang diketuai oleh dirinya meraih penghargaan Komunitas Peduli Sungai Kaltim dari gubernur dan juara III nasional Lomba Komunitas Peduli Sungai Indonesia.
Selanjutnya tahun 2018, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memberikan ia penghargaan peringkat ke-2 nasional sebagai Komunitas Peduli Sungai Indonesia.
Seiring perjalanan komunitas yang dibentuk pada 2015 lalu, GMSS mempunyai banyak program dan berkembang dari yang dulunya memungut sampah dan berkampanye untuk tidak membuang sampah ke sungai saja, sampai penanaman bibit pohon untuk penghijauan.
Bahkan beliau mendirikan sekolah non formal sebagai wadah edukasi masyarakat terkait lingkungan, yang diberi nama “Sekolah Sungai Karang Mumus” yang berlokasi di pinggiran sungai daerah Lempake.
“Saya hidup untuk mendedikasikan hidup saya untuk menjaga SKM. Tidak perlu hitung-hitungan atau mungkin berharap gaji. Menjaga sungai bisa melibatkan siapa saja dan sangat banyak caranya. Bisa dengan cara menanam pohon ataupun memungut sampah. Kalau SKM rusak, yang rugi seluruh masyarakat di Kota Samarinda,” ucapnya.
Di usianya yang tidak lagi muda, semangat dan cita-citanya masih belum luntur. Namanya pun semakin erat dengan Sungai Karang Mumus, begitu pula kecintaan dan ketulusannya terhadap Sungai Karang Mumus.
“Kalau di satu hari saya hanya mampu menanam satu pohon, merawat satu pohon dan memungut sehelai sampah, saya akan tetap lakukan dan tidak pernah menunggu Anda atau siapa pun. Tapi begitu banyak yang datang maka kita akan semakin kuat,” tutupnya.
Dengan adanya GMSS ini, Misman menjelaskan bahwa gerakan ini dibentuk selain untuk merawat sungai juga untuk merubah mindset dan budaya masyarakat sehingga tidak ada lagi yang membuang sampah di Sungai Karang Mumus. (NHW-ARD)
Discussion about this post