GoCSRKaltim – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menerapkan pajak untuk rokok dan rokok elektrik (REL) mulai Senin (1/1/2024).
Penetapan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK/2023 tentang Tata Cara Pemungutan, Pemotongan, dan Penyetoran Pajak Rokok.
PMK tersebut menetapkan pajak sebesar 10 persen dari cukai rokok, termasuk rokok elektrik.
“Pajak rokok yang dimaksud dalam PMK ini termasuk pajak rokok elektrik,” bunyi aturan tersebut.
Sebagai informasi, rokok elektrik merupakan salah satu barang kena cukai sebagaimana amanat dalam UU Nomor 7 Tahun 2021.
Disebutkan bahwa cukai dikenakan terhadap hasil tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Kemenkeu Deni Surjantoro mengatakan, pengenaan cukai rokok terhadap rokok elektrik akan berkonsekuensi pada pengenaan pajak rokok yang merupakan pungutan atas cukai rokok (piggyback taxes).
Sebab, pada saat pengenaan cukai atas rokok elektrik pada tahun 2018, belum serta merta dikenakan pajak rokok.
“Hal ini merupakan upaya pemberian masa transisi yang cukup atas implementasi dari konsep piggyback taxes yang telah diimplementasikan sejak 2014 yang merupakan amanah dari Undang Undang Nomor 28 tahun 2009,” kata Deni, dikutip dari laman resmi Kemenkeu.
Alasan Rokok Elektrik Dikenakan Pajak
Menurutnya, pemberlakuan pajak rokok elektrik ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam memberikan masa transisi pemungutan pajak rokok atas rokok elektrik, sejak diberlakukan pengenaan cukainya pada pertengahan tahun 2018.
Ia memastikan, pengenaan pajak rokok elektrik tersebut untuk mendepankan keadilan dengan rokok konvensional.
“Pada prinsipnya, pengenaan pajak rokok elektrik ini lebih mengedepankan aspek keadilan, mengingat rokok konvensional dalam operasionalnya melibatkan petani tembakau dan buruh pabrik, yang telah terlebih dahulu dikenakan pajak rokok sejak tahun 2014, selain untuk pendapatan negara,” ujarnya.
Selain itu, pungutan pajak rokok elektrik tersebut juga mempertimbangkan aspek pengendalian di masyarakat.
“Dalam jangka panjang, penggunaan rokok elektrik berindikasi memengaruhi kesehatan dan bahan yang terkandung dalam rokok elektrik termasuk dalam barang konsumsi yang perlu dikendalikan,” jelas dia.
“Adapun penerimaan cukai rokok elektrik pada 2023, hanya sebesar Rp1,75 T atau 1 persen dari total penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam setahun,” terangnya.
Tak hanya itu, pengenaan pajak rokok elektrik ini juga menjadi kontribusi bersama antara pemerintah dan para pemangku kepentingan, terutama pelaku usaha rokok elektrik. Kontribusi bersama tersebut diharapkan dapat dirasakan manfaatnya secara optimal oleh masyarakat.
“Paling sedikit 50 persen dari penerimaan pajak rokok ini diatur penggunaannya (earmarked) untuk pelayanan kesehatan masyarakat (Jamkesnas) dan penegakan hukum yang pada akhirnya mendukung pelayanan publik yang lebih baik di daerah,” pungkasnya.
Disadur dari Kompas
Discussion about this post