GoCSRKaltim. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI menggelar diskusi terkait dunia usaha yang digelar di Odah Etam, pada Rabu (16/11) lalu. Kegiatan itu dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) yang digelar khusus di Kaltim.
KPK RI pun secara khusus datang dan mengundang para pihak dalam dunia usaha termasuk pe gusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin).
Wakil Ketua KPK RI Nawawi Pamolango menjelaskan setidaknya terdapat tujuh kelompok Tindak Pidana Korupsi (TPK). Yaitu gratifikasi, suap-menyuap, bantuan kepentingan dalam pengadaan, kerugian keuangan negara, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, dan pemerasan.
Dari data yang dimiliki oleh KPK, TPK yang ditangani sejak tahun 2004 hingga 2022 terdapat 791 kasus penyuapan. Sebanyak 284 kasus pengadaan barang dan jasa, 50 kasus penyalahgunaan anggaran. Ada 44 kasus TPPU, 26 kasus pungutan, 25 kasus perizinan, dan 11 kasus merintangi proses KPK.
Dimana Nawawi menjelaskan, sebanyak 359 pelaku usaha merupakan pelaku korupsi berdasarkan data penanganan perkara KPK tahun 2004 sampai 2021.
Nawawi, juga menjelaskan, bahwa kasus korupsi dan permasalahan karena tidak tertibnya perizinan misalnya seperti terjadinya penyuapan yakni demi memuluskan sejumlah izin yang melibatkan pejabat.
“Perlu dipahami itu, dan membangun bisnis berintegritas bersama yakni antara pemerintah dan pelaku usaha,” ucapnya kepada awak media.
Sementara itu, Ketua Kadin Kaltim Dayang Donna Faroek mengatakan sebagai media penghubung kepada seluruh anggota, tentu pihaknya akan melakukan tindakan yang sifatnya imbauan agar seluruh aktivitas usaha berjalan tanpa adanya praktik korupsi.
“Peran Kadin Kaltim dalam hal membantu pemberantasan korupsi di Kaltim,” ungkapnya.
Donna juga menanggapi, melihat dari paparan dalam diskusi bahwa praktik korupsi paling sering dilakukan adalah penyuapan. Menurutnya, praktik seperti ini menjadi lumrah bagi pengusaha maupun panitia pelaksana pekerja melakukan lobi-lobi agar mendapat pekerjaan sehingga terjadi suap.
Namun demikian, terjadinya suap-menyuap sebenarnya muncul dari salah satu dari kedua pihak yang meminta. Baik penawaran dari pelaku usaha atau permintaan dari panitia pelaksana pekerjaan.
“Pada dasarnya, kami sebagai pengusaha tidak pernah mau melakukan suap, karena kami paham bahwa suap perlu biaya juga dan biaya itu akan membuat nilai pekerjaan menjadi lebih besar. Tetapi selalu saja ada oknum dari kedua pihak yang mencoba mencoreng nilai-nilai kejujuran yang sudah kita bangun,” tegasnya.
Donna menyampaikan sebagai mitra KPK, Kadin Kaltim juga akan terus berkoordinasi agar dapat bersama-sama memetakan pola-pola praktik tindak pidana korupsi agar tidak terjadi dan mungkin dilakukan dalam dunia usaha. (bom)
Discussion about this post