GoCSRKaltim – Luasan tanah ulayat di Kaltim mencapai 16,34 persen dari keseluruhan luas provinsi. Data itu berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat yang dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 2023. Sementara ini, menetapkan tanah ulayat di Kaltim sebagai yang paling luas dari 16 provinsi di Indonesia.
Untuk diketahui, agar memperoleh data subjek, objek, serta informasi mengenai keberadaan tanah ulayat, sejak 2021 Kementerian ATR/BPN melakukan inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat di 16 provinsi. Hal itu merupakan dasar penerbitan peta indikatif tanah ulayat di Indonesia. Inventarisasi dan identifikasi ini bekerja sama dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), yaitu Universitas Cenderawasih, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Andalas.
Tanah Ulayat sendiri merupakan tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak Ulayat. Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. UU No. 5 Tahun 1960 atau UU Pokok Agraria (UUPA) mengakui adanya Hak Ulayat. Pengakuan itu disertai dengan 2 (dua) syarat yaitu mengenai eksistensinya dan mengenai pelaksanaannya. Berdasarkan pasal 3 UUPA, hak ulayat diakui “sepanjang menurut kenyataannya masih ada”.
Pada 2021, ada enam provinsi yang telah dilakukan inventarisasi dan identifikasi. Meliputi Sumatra Barat, Kalimantan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, dan Papua. Dilanjutkan pada 2022 di dua provinsi, yaitu Sumatra Utara dan Sulawesi Tengah. Sementara di Kaltim, Kementerian ATR/BPN telah melakukan program identifikasi dan inventarisasi tanah ulayat pada 2022 hingga 2023. Bersama dengan Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Kegiatan inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat di Kaltim dilaksanakan Universitas Andalas.
“Hasil inventarisasi dan identifikasi ini, khususnya adalah tanah yang bukan di dalam kawasan hutan. Karena sesuai dengan tupoksi kita adalah di luar kawasan hutan. Dan Kaltim agak lebih besar, persentasenya 16,34 persen. Sebagai dasar peta indikatif tanah ulayat,” ucap tenaga ahli menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum dan Masyarakat Adat, Adli Abdullah dalam Webinar Nasional: Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat PPSDM Kementerian ATR/BPN, Kamis (4/4).
Tanah ulayat adalah tanah yang menurut hukum adat dimiliki secara komunal oleh masyarakat adat. Direktur Pengaturan Tanah Komunal, Hubungan Kelembagaan dan PPAT Kementerian ATR/BPN Iskandar Syah mengatakan, urgensi administrasi dan pendaftaran tanah ulayat adalah karena belum optimal dilakukan. Berbeda dengan tanah negara dan tanah hak yang telah didaftarkan melalui layanan rutin dan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Dan akhirnya hilang menjadi tanah hak.
“Sehingga pendaftaran tanah ulayat ini menjadi penting untuk memenuhi pendaftaran tanah lengkap yang mencapai 100 persen,” katanya. Permasalahan pendaftaran tanah ulayat ini adalah belum tersedianya data komprehensif mengenai keberadaan tanah ulayat. Kemudian adanya sengketa, konflik, dan perkara antara masyarakat hukum adat (MHA) dengan pihak ketiga, pemerintah, maupun antara MHA itu sendiri (konflik horizontal). Selain itu, keanekaragaman karakteristik tanah ulayat di setiap daerah berbeda, sehingga perlu peraturan yang mengakomodasi dan dapat diterima seluruh MHA di Indonesia.
Permasalahan lainnya adalah lokasi tanah ulayat di kawasan hutan, perairan, pesisir, kawasan lindung, dan cagar budaya. Lalu MHA perlu ditetapkan berdasarkan keputusan bupati atau wali kota. Dan belum semua MHA telah ditetapkan. Bahkan proses penetapannya membutuhkan waktu cukup lama. Juga perlu kesadaran hukum akan pentingnya pendaftaran tanah. Adanya keresahan MHA, yang merasa khawatir apabila tanahnya didaftarkan maka akan mudah untuk dialihkan.
Dikutip dari laman resmi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Kalimantan Timur (DPMPD) Kaltim, berdasarkan hasil inventarisasi lapangan yang dilakukan Tim Riset Fakultas Hukum Universitas Andalas pada 2023 lalu, telah ditemukan 143 bidang tanah yang diklaim sebagai tanah MHA Kaltim. Terdiri dari 130 tanah ulayat dan 13 tanah komunal. Dengan rincian 16,34 persen merupakan tanah ulayat dan 0,54 persen adalah tanah komunal.
Sementara untuk MHA ditemukan 121 komunitas adat, yang tersebar di 113 Desa. Termasuk yang ditemukan di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) sebanyak 16 bidang tanah. Dengan kategori 13 tanah ulayat dan 3 tanah komunal yang dimiliki oleh 11 komunitas adat asli Paser. Data tersebut dipaparkan saat focus group discussion terkait Inventarisasi dan Identifikasi Tanah Ulayat Provinsi Kaltim yang dilaksanakan Universitas Andalas di Hotel Aston Samarinda pada 21 Juni 2023.
Pada kesempatan tersebut, demi menghindari terjadinya multitafsir pemahaman terkait keberadaan MHA Kaltim, Staf Bidang Pemberdayaan Kelembagaan dan Sosbudmas DPMPD Kaltim, Bagus Saputra menyampaikan agar tim riset mengadakan pertemuan ulang. Dengan menghadirkan DPMPD kabupaten/kota beserta perwakilan desa/kelurahan, dan perwakilan MHA. “Guna meng-crosscheck hasil survei tanah ulayat dan tanah komunal yang dilakukan oleh Tim Universitas Andalas,” katanya.
Bagus berharap DPMPD bersama jajaran Kanwil ATR/BPN Kaltim melakukan uji petik hasil riset yang dilakukan tim lapangan. Dengan menggandeng instansi terkait. Dalam pertemuan tersebut, DPMPD pun sempat menyanggah jumlah sebaran MHA dan jumlah tanah ulayat yang dikemukakan oleh Tim Riset Universitas Andalas. “Mengingat data sebaran MHA di Kaltim saat ini berjumlah 179 komunitas adat. Menurut analisis, angka ini akan mengalami kenaikan pasca update dari hasil Rapat Teknis MHA 2023,” imbuhnya.
Ke depannya DPMPD Kaltim juga mengusulkan agar status hak atas tanah ulayat dan komunal masyarakat adat yang masuk di wilayah IKN lebih mendapatkan perhatian. Selain itu, dia meminta agar urusan hak ulayat maupun tanah komunal tersebut dialihkan kepada Otorita IKN. “Mengingat persoalan tanah ulayat suku balik di wilayah IKN hingga saat ini belum terselesaikan,” pungkas Bagus.
Disadur dari Prokal
Discussion about this post