GoCSRKaltim – Kebijakan tarif timbal balik Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang diumumkan awal April 2025 menjadi perhatian serius pelaku usaha di Kalimantan Timur. Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai berpotensi mengganggu kinerja ekspor Kaltim, terutama komoditas unggulan seperti kayu dan produk turunan kelapa sawit.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Provinsi Kalimantan Timur, Heni Purwaningsih, menjelaskan bahwa selama 2024, komoditas ekspor terbesar Kaltim ke Amerika Serikat adalah refined, bleached, deodorized (RBD) palm oil serta kayu olahan. Total nilai ekspor mencapai 23 juta dolar AS, dengan komposisi 60 persen minyak sawit dan 40 persen produk kayu.
“Pada Januari 2025 saja, nilai ekspor kedua komoditas ini ke AS mencapai 3,6 juta dolar AS. Meski bukan negara tujuan utama, Amerika tetap menjadi mitra penting dalam neraca perdagangan Kaltim,” ujar Heni saat dihubungi, Senin (7/4/2025).
Namun, setelah kebijakan “Hari Pembebasan” diumumkan oleh Trump di Washington pada 2 April lalu, Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan baru: tarif timbal balik sebesar 32 persen untuk berbagai produk ekspor nasional, termasuk dari Kaltim.
Langkah Pemerintah dan Peran Daerah
Menurut Heni, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur kini mengikuti arahan pemerintah pusat, yang telah membentuk satuan tugas khusus untuk mengantisipasi dampak dari tarif Trump dan melakukan negosiasi dengan pihak Amerika Serikat.
“Dampaknya mungkin belum terasa langsung, tetapi kita harus waspada. Diversifikasi ekspor dan transformasi ekonomi menjadi langkah penting agar tidak terus bergantung pada sektor migas dan batubara,” tegas Heni.
Ekspor Terganggu, Negara Harus Hadir
Sekretaris Dewan Pengurus Daerah Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Kalimantan Timur, Hasrun Jaya, menekankan pentingnya kehadiran negara dalam menjaga kelancaran aktivitas ekspor Kaltim.
“Misalnya, penutupan sementara jalur kapal di Sungai Mahakam sangat memengaruhi pengiriman komoditas sawit dan kayu. Infrastruktur logistik perlu dijaga agar tidak menghambat distribusi,” ujarnya.
Hasrun juga mendesak pemerintah untuk segera membuka pasar baru di tengah ketidakpastian ekspor ke AS. Ia menyarankan perluasan ekspor ke kawasan Eropa dan peningkatan kerja sama dagang dengan negara-negara BRICS.
“Transformasi ekonomi Kaltim harus mencakup sektor manufaktur, pertanian modern, perikanan berkelanjutan, dan perdagangan. Ini bukan hanya soal ekspor, tapi soal ketahanan ekonomi daerah,” tambahnya.
Potensi Komoditas Lain dan Harapan Pelaku Usaha
Di luar komoditas sawit dan kayu, Kalimantan Timur juga mengekspor pisang gepok grecek ke Amerika Serikat sejak 2022. Setiap dua bulan, sekitar 40 hingga 80 ton pisang dari Kabupaten Kutai Timur dikirim ke AS. Namun, tarif baru ini bisa menjadi hambatan baru bagi kelangsungan ekspor tersebut.
Ketua Koperasi Produsen Taruna Bina Mandiri, Priyanto, yang menjadi eksportir pisang gepok grecek, mengaku sedang menjadwalkan perjalanan ke AS dalam waktu dekat untuk bernegosiasi ulang dengan pembeli.
“Kalau tarif membuat ongkos pengiriman makin berat, saya berharap pembeli di AS bisa menanggung sebagian biaya. Kalau tidak, kami akan mencari pasar alternatif,” ujarnya.
Priyanto juga berharap pemerintah membuka akses pasar baru yang lebih stabil, seperti negara-negara BRICS, untuk mendukung petani lokal agar tetap produktif dan berdaya saing.
Diversifikasi Ekonomi Kunci Ketahanan Daerah
Para pelaku usaha dan pengamat ekonomi menilai, tarif Trump menjadi alarm bagi Kalimantan Timur untuk mempercepat langkah diversifikasi ekonomi. Ketergantungan pada sektor tambang dan energi tak lagi bisa diandalkan sepenuhnya.
Kaltim harus mulai mendorong pertumbuhan sektor-sektor nontradisional yang lebih ramah lingkungan, berkelanjutan, dan punya potensi besar di pasar global.
“Ekspor Kaltim harus dibangun dengan fondasi yang kuat dan beragam. Bukan hanya dari hasil alam, tetapi juga industri berbasis inovasi dan nilai tambah,” tutup Hasrun.
Discussion about this post