GoCSRKaltim. Pemprov Kaltim menyebut pihaknya akan menerima pembayaran dari Bank Dunia senilai 125 juta dolar AS, setara dengan Rp 2 triliun untuk tahap pertama, hasil pengurangan emisi karbon dioksida (CO2) yang telah dijalankan sejak 18 bulan.
Program pengurangan emisi karbon ini, juga berkaitan dengan Program Forest Carbon Partnership Facility-Carbon Fund (FCPC).
Program FCPC di Kaltim telah berjalan selama 18 bulan sejak Juli 2019 , namun peluncuran penandatanganan Emission Reduction Payment Agreement (ERPA) baru dilaksanakan pada Oktober 2021 lalu.
Pemprov Kaltim bersama pihak terkait, disebut telah melakukan berbagai kegiatan dengan harapan agar memperoleh pembayaran berbasis kinerja terhadap penurunan emisi karbon.
Hal yang dilakukan Kaltim di antaranya melakukan sosialisasi ke masyarakat sekitar perhutanan, kemudian mendata jumlah desa di yang masih memiliki tutupan hutan yang terjaga dan dikelola oleh masyarakat sekitar secara lestari.
“Sejak Oktober 2021, berdasarkan perjanjian ERPA, maka proses pembayaran kepada Pemprov Kaltim sekarang akan dimulai dan disampaikan kepada penerima manfaat melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup Kementerian Keuangan,” ucap Gubernur Kaltim, Isran Noor, kepada awak media
Ia menjelaskan, untuk pembayaran atas keberhasilan mengurangi emisi, pertama adalah sebesar 25 juta ton CO2 atau senilai 5 juta dolar AS per ton CO2 yang berhasil dikurangi Kaltim, sehingga total menjadi 125 juta dolar AS di tahap awal ini.
Namun ini akan diverifikasi dan divalidasi lebih dulu. Bila jumlah ini lolos verifikasi, maka Kaltim akan menerima lebih dari 125 juta dolar AS di tahap pertama.
Sementara itu, Staf Khusus Gubernur Bidang Lingkungan dan Penurunan Emisi, Stephi Hakim menyatakan saat ini dilaporkan Kaltim telah menurunkan 25 juta ton emisi karbon dan laporan itu harus diverifikasi terlebih dulu untuk membuktikan kebenarannya.
“Lagi audit pihak ketiga yang ditunjuk World Bank yaitu The Spanish Association for Standardization and Certification (AENOR) dan sedang mengaudit penerunan emisi maupun non emisi,” ujarnya.
Lanjutnya, dikarenakan audit akan selesai sekitar Januari 2023, Kaltim mengharapkan pembayaran dimuka atau down payment (DP).
“Kami sudah bersurat ke World Bank pada 26 September 2022 dan ditandatangani Sekjen KLHK, yang isinya meminta DP insentif sebanyak 20 persen dari 110 juta US Dollar yaitu 20,9 juta US Dollar dan diperkirakan akan cair di akhir November 2022,” ungkapnya.
Konsultan risiko sosial World Bank, Akhmad Wijaya menyatakan target Kaltim untuk termin pertama penurunan emisi adalah sebanyak 5 juta ton dan target sampai 2024 adalah sebanyak 22 juta ton penurunan emisi.
Tetapi ternyata Kaltim dilaporkan menurunkan sebanyak 25 juta ton. Dan jika memang benar data laporan dan verifikasi data sesuai, maka Kaltim mempersiapkan bagaimana menangani kelebihan penurunan emisi karbon.
“Ada tiga pilihan untuk Kaltim. Yang pertama World Bank punya hak membeli kelebihan dengan jangka waktu 60 hari negosiasi, kedua indonesia bisa menawarkan ke negara lain dan ketiga disimpan untuk akumulasi di termin kedua,” jelasnya. (bom)
Discussion about this post