GoCSRKaltim – Belian Namang merupakan salah satu tari ritual yang sering dijumpai saat upacara adat. Belian Namang bukan cuma tarian biasa. Bagi warga Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun Darat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Belian Namang adalah bentuk penghormatan kepada leluhur.
Melambangkan perjalanan masyarakat menuju pertemuan dengan Dewa demi memohon izin dan restu atas kegiatan yang akan mereka lakukan agar dijauhkan dari gangguan roh jahat.
Keunikan Gerakan Belian Namang
Dalam bahasa Kutai, “belian” berarti berputar, menggambarkan gerakan khas tari ini yang mengandung simbolisasi perjalanan ke kayangan.
Gerakannya tidak hanya melambangkan terbang murni, melainkan modifikasi gerakan berputar yang sangat cepat sambil memegang benyawan (janur kuning) di tengah panggung.
Tarian ini menggabungkan gerakan dengan mantra yang dibacakan oleh seorang sesepuh, dan karena pengucapan mantranya yang sulit, tidak semua orang dapat mempelajarinya.
Pengakuan Warisan Budaya Takbenda Indonesia
Pada 2021, Belian Namang resmi jadi Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh Kemendikbudristek RI.
Status ini adalah pengakuan untuk warga Kedang Ipil yang setia menjaga tradisi ini. Meski sudah diakui, tantangan ada di depan, khususnya soal regenerasi. Diperlukan dukungan dari pemerintah biar anak muda tetap mengenal dan melestarikan budaya ini.
Ritual Penyucian Jiwa
Belian Namang punya makna khusus dalam ritual penyucian jiwa, biasanya diadakan 15 hari setelah ada yang meninggal. Ritual ini jadi simbol penghormatan kepada arwah leluhur, agar jiwa yang pergi mendapat ketenangan.
Ada empat alat musik yang selalu hadir mengiringi tarian ini: penyalit, gendang panjang, gong kecil, dan kelentangan.
Lewat tradisi ini, warga Kutai Kartanegara membuktikan bahwa nilai tradisi tetap hidup dan dihargai. Belian Namang adalah pesan bahwa tradisi adalah identitas yang harus dijaga dan dilestarikan. (NHW)
Discussion about this post